SLIDE 1

SELAMAT DATANG DI BLOG QU

SLIDE 2

SELAMAT DATANG DI BLOG QU

SLIDE 3

SELAMAT DATANG DI BLOG QU

SLIDE 4

SELAMAT DATANG DI BLOG QU

SLIDE 5

SELAMAT DATANG DI BLOG QU

Sunday, February 10, 2013

Nikmatnya Surga dan Dahsyatnya Neraka

Salah satu diantara pokok keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah mengimani keberadaan Surga (Al Jannah) dan Neraka (An Naar). Salah satunya berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya..” (QS. Al-Baqarah : 24-25).
Mengimani surga dan neraka berarti membenarkan dengan pasti akan keberadaan keduanya, dan meyakini bahwa keduanya merupakan makhluk yang dikekalkan oleh Allah, tidak akan punah dan tidak akan binasa, dimasukkan kedalam surga segala bentuk kenikmatan dan ke dalam neraka segala bentuk siksa. Juga mengimani bahwa surga dan neraka telah tercipta dan keduanya saat ini telah disiapkan oleh Allah Ta’ala. Sebagaimana firman Allah Ta’ala mengenai surga (yang artinya), “..yang telah disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS. Ali Imran : 133), dan mengenai neraka (yang artinya), “..yang telah disediakan untuk orang-orang yang kafir.” (QS. Ali Imran : 131).[1] Oleh karena itulah, Al Imam Abu Ja’far Ath Thahawi (wafat 321 H) menyimpulkan dalam Al ‘Aqidah Ath Thahawiyah, “Surga dan neraka adalah dua makhluq yang kekal, tak akan punah dan binasa. Sesungguhnya Allah telah menciptakan keduanya sebelum penciptaan makhluq lain”[2].
Surga dan Kenikmatannya
Allah Ta’ala telah menggambarkan kenikmatan surga melalui berbagai macam cara. Terkadang, Allah mengacaukan akal sehat manusia melalui firman-Nya dalam hadits qudsi, “Kusiapkan bagi hamba-hambaKu yang sholih (di dalam surga, -pen), yaitu apa yang tak pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tak pernah terlintas dalam hati semua manusia”, kemudian Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda: “Bacalah jika kalian mau, ‘Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang’ (QS. As-Sajdah : 17)”[3]. Di tempat lain, Allah membandingkan kenikmatan surga dengan dunia untuk menjatuhkan dan merendahkannya. Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda, “Tempat cemeti di dalam surga lebih baik dari dunia dan seisinya”.[4] Kenikmatan surga juga Allah Ta’ala gambarkan dengan menyebut manusia yang berhasil memasuki surga dan selamat dari adzab neraka, sebagai orang yang beroleh kemenangan yang besar. Sebagaimana Allah Ta’ala firmankan (yang artinya), “Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar” (QS. An-Nisaa’ : 13)[5] Berikut ini akan kami pilihkan beberapa sifat dan kenikmatan yang ada di dalam surga secara ringkas. Semoga Allah mudahkan langkah kita dalam menggapai surgaNya.
Penamaan Surga
Surga (Al Jannah) secara bahasa berarti : kebun (Al bustan), atau kebun yang di dalamnya terdapat pepohonan. Bangsa Arab juga biasa memakai kata al jannah untuk menyebut pohon kurma. Secara istilah, surga ialah nama yang umum mencakup suatu tempat (yang telah dipersiapkan oleh Allah bagi mereka yang menaati-Nya), di dalamnya terdapat segala macam kenikmatan, kelezatan, kesenangan, kebahagiaan, dan kesejukan pandangan mata. Surga juga disebut dengan berbagai macam nama selain Al Jannah, diantaranya : Darus Salam (Negeri Keselamatan; lihat QS. Yunus : 25), Darul Khuld (Negeri yang Kekal; lihat QS. Qaaf : 34), JannatunNa’im (Surga yang Penuh Kenikmatan; QS. Luqman: 8), Al Firdaus (QS. Al Kahfi : 108), dan berbagai penamaan lainnya.[6]
Pintu-Pintu Surga
Surga memiliki pintu-pintu. Dalam sebuah hadits dari shahabat Sahl bin Sa’ad radhiyallaahu anhu dari Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam, “Di dalam surga terdapat delapan pintu, diantaranya adalah Ar Rayyan. Tidak ada yang memasukinya kecuali orang-orang yang berpuasa”[7]. Dari Utbah bin Ghazawan radhiyallaahu anhu, beliau berkata mengenai lebar tiap pintu surga, “Rasulullah bersabda kepada kami bahwasanya jarak antara daun pintu ke daun pintu surga lainnya sepanjang perjalanan empat puluh tahun, dan akan datang suatu hari ketika orang yang memasukinya harus berdesakan”.[8]
Tingkatan Surga
Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya surga terdiri atas seratus tingkat, jarak antara dua tingkatnya seperti jarak antara langit dan bumi, Allah menyediakannya untuk orang-orang yang berjihad di jalan-Nya”[9]. Tingkatan surga yang paling tinggi ialah Firdaus. Nabi memerintahkan ummatnya untuk berdoa memohon Firdaus melalui sabdanya, “Jika kalian meminta pada Allah mintalah kepadaNya Firdaus, karena sesungguhnya Firdaus adalah surga yang paling utama, dan merupakan tingkatan tertinggi dari surga, diatasnya terdapat ‘Arsy Ar Rahman dan dari Firdaus itulah memancar sungai-sungai surga”.[10]
Bangunan-Bangunan dalam Surga
“Tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya mereka mendapat tempat-tempat yang tinggi, di atasnya dibangun pula tempat-tempat yang tinggi” (QS. Az-Zumar : 20). Dari Abu Musa Al Asy’ari dari Nabi shallallaahu alaihi wa sallam beliau bersabda, “Sesungguhnya bagi orang-orang mukmin di dalam surga disediakan kemah yang terbuat dari mutiara yang besar dan berlubang, panjangnya 60 mil, di dalamnya tinggal keluarganya, di sekelilingnya tinggal pula orang mukmin lainnya namun mereka tidak saling melihat satu sama lain.”[11]
Makanan Penghuni Surga
“Dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.” (QS. Al Waqi’ah : 20-21). Adapun buah-buahan surga adalah sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala (yang artinya), “Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: ‘Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.’ Mereka diberi buah-buahan yang serupa” (QS. Al Baqarah : 25). Syaikh As Sa’diy rahimahullah menjelaskan keserupaan dalam ayat diatas dengan, “Ada yang berpendapat serupa dalam hal jenis, namun berbeda dalam penamaan, ada pula yang berpendapat saling menyerupai satu sama lain, dalam kebaikannya, kelezatannya, kesenangannya, dan semua pendapat tersebut benar.”[12]
Minuman Penghuni Surga
“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari piala (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur, (yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya” (QS. Al Insan : 5-6). Ibnu Asyur menjelaskan mengenai kafur “Yaitu minyak yang keluar dari tanaman mirip oleander yang tumbuh di negeri Cina, ketika usianya telah mencapai satu tahun mengalir dari dahannya minyak yang disebut kafur.”[13]. Oleh karena itu, “ka’san” dalam ayat ini maksudnya ialah piala yang biasa menjadi wadah khamr, sebagaimana dijelaskan dalam Tafsir Jalalain. Kata “ka’san” ini juga dipakai dalam ayat, “Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe” (QS. Al Insan : 17) dan maksudnya ialah minuman arak yang telah bercampur jahe, karena bangsa Arab dahulu biasa mencampur arak dengan jahe.
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka… (QS. Muhammad:15)

========================================
Dahsyatnya Neraka
Neraka disiapkan Allah bagi orang-orang yang mengkufuri-Nya, membantah syariat-Nya, dan mendustakan Rasul-Nya. Bagi mereka adzab yang pedih, dan penjara bagi orang-orang yang gemar berbuat kerusakan. Itulah kehinaan dan kerugian yang paling besar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.” (QS. Ali Imran : 192). Demikian pula firman Allah Ta’ala, “Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat.” Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS. Az Zumar : 15). Itulah seburuk-buruk tempat kembali. “Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.” (QS. Furqan : 66)
Penamaan Neraka
An Naar, neraka secara bahasa ialah kobaran api (Al lahab) yang panas dan bersifat membakar. Secara istilah bermakna, suatu tempat yang telah disiapkan Allah subhanahu wa ta’ala bagi orang-orang yang mendurhakai-Nya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah mela’nati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka)” (QS. Al Ahzab : 64). Neraka memiliki beragam nama selain an naar, diantaranya Jahannam (lihat QS. An Naba’ : 21-22), Al Jahim (QS. An Naziat : 36), As Sa’ir (QS. Asy Syura : 7), Saqar (QS. Al Mudatsir : 27-28), Al Huthomah (QS. Al Humazah : 4), dan Al Hawiyah (QS. Al Qari’ah : 8-11)
Pintu-Pintu Neraka
“Jahannam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.” (QS. Al Hijr : 44). Pintu yang dimaksud ialah bertingkat ke bawah, hingga ke bawahnya lagi, disediakan sesuai dengan amal keburukan yang telah dikerjakan, sebagaimana ditafsirkan oleh Syaikh As Sa’diy.
Kedalaman Neraka
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu anhu, “Kami bersama Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam, tiba-tiba terdengar suara benda jatuh. Maka Nabi shallallaahu alaihi wa sallam bertanya, ‘Tahukah kalian apakah itu?’ Kami pun menjawab, ‘Allah dan RasulNya lebih mengetahui’. Rasulullah berkata, ‘Itu adalah batu yang dilemparkan ke dalam neraka sejak tujuh puluh tahun lalu. Batu itu jatuh ke dalam neraka, hingga baru mencapai dasarnya tadi’. [14]
Bahan Bakar Neraka
“Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir” (QS. Al Baqarah : 24). Batu yang dimaksud dalam ayat ini ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dan sebagian besar pakar tafsir dengan belerang, dikarenakan sifatnya yang mudah menyala lagi busuk baunya. Sebagian pakar tafsir juga berpendapat bahwa yang dimaksud batu di sini, ialah berhala-berhala yang disembah, sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya.” (QS. Al Anbiya : 98)
Panas Api Neraka
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu anhu beliau berkata, “Rasulullah shallallaahu alaihiwa salam bersabda, ‘Api kalian, yang dinyalakan oleh anak Adam, hanyalah satu dari 70 bagian nyala api Jahannam. Para shahabat kemudian mengatakan, ‘Demi Allah! Jika sepanas ini saja niscaya sudah cukup wahai Rasulullah! Rasulullah menjawab, ‘Sesungguhnya masih ada 69 bagian lagi, masing-masingnya semisal dengan nyala api ini’”.
“Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksaannya ialah orang yang diberi sepasang sandal yang talinya terbuat dari api neraka, lalu mendidihlah otaknya karena panasnya yang laksana air panas mendidih di dalam periuk. Dia mengira tiada seorangpun yang menerima siksaan lebih dahsyat dari itu, padahal dialah orang yang mendapat siksaan paling ringan.” (HR. Bukhari-Muslim)
Makanan Penghuni Neraka
“Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar” (QS. Al Ghasiyah : 6-7). Ibnu Katsir rahimahullah membawakan perkataan Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas, “Itu adalah pohon dari neraka”. Said bin Jubair berkata, “Itu adalah Az Zaqum (pepohonan berduri bagi makanan penghuni neraka)”. Ada pula yang berpendapat bahwa yang dimaksud ialah batu.
Minuman Penghuni Neraka
“Di hadapannya ada Jahannam dan dia akan diberi minuman dengan air nanah, diminumnnya air nanah itu dan hampir dia tidak bisa menelannya” (QS. Ibrahim : 16-17). Yaitu mereka diberi air yang amatlah busuk baunya lagi kental, maka merekapun merasa jijik dan tidak mampu menelannya. “Diberi minuman dengan hamiim (air yang mendidih) sehingga memotong ususnya” (QS. Muhammad : 15). Hamiim ialah air yang mendidih oleh panasnya api Jahannam, yang mampu melelehkan isi perut dan menceraiberaikan kulit mereka yang meminumnya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka)” (QS. Al Hajj : 20).[15]
Mengingat Nikmat Surga dan Adzab Neraka Sumber Rasa Khusyu’ dalam Hati
Yahya bin Mu’adz berkata, “Rasa takut di dalam hati bisa tumbuh dari tiga hal. Yaitu senantiasa berpikir seraya mengambil pelajaran, merindukan Surga seraya memendam rasa cinta, dan mengingat Neraka seraya menambah ketakutan.” Hendaklah diri kita tidak pernah merasa aman dari adzab neraka. Sulaiman At Taimi pernah berkata, “Aku tidak tahu apa yang tampak jelas bagiku dari Rabbku. Aku mendengar Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Dan jelaslah bagi mereka adzab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan”. (QS. Az Zumar : 47).[16] Semoga tulisan ini dapat menambah rasa takut dan harap kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala, memotivasi kita untuk meningkatkan amal shalih, dan menjauhi larangan-laranganNya. [Yhouga Ariesta M.]
_____________
[1] A’lamus Sunnah Al Mansyurah (hal. 134-135). Syaikh Hafidz bin Ahmad Al Hakami rahimahullah. Tahqiq : Dr. Ahmad bin Ali ‘Alusyi Madkhali. Cetakan Maktabah Ar Rusyd.
[2] Bagaimana Cara Beragama yang Benar? Dr. Muhammad bin Abdurrahman Al-Khumais. Terjemah : Muhammad Abduh Tuasikal, ST. Pustaka Muslim.
[3] HR. Bukhari [3244] dari shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu anhu
[4] HR. Bukhari [3250]
[5] Al-Yaumul Akhir : Al Jannatu wa An-Naar (hal. 117-118). Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar. Cetakan Daar An-Nafais.
[6] Al Jannatu wa An Naar, Abdurrahman bin Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthani rahimahullahu ta’ala, dengan tahqiq : Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthani hafizhahullah
[7] HR. Bukhari [6/328] dan Muslim [8/32]
[8] HR. Muslim [2967]
[9] HR. Bukhari [6/11] dan Muslim [13/28]
[10]Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu anhu. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Takhrij Kitabus Sunnah [581]
[11] HR. Bukhari [6/318], Muslim [17/175], dan Tirmidzi [6/10]
[12]Taisir Karim Ar Rahman fii Kalam Al Mannan, Syaikh As Sa’di, Muassassah Ar Risalah. Asy Syamilah.
[13]At Tahrir wa At Tanwir, Ibnu Asyur, Mawqi’ At Tafasir. Asy Syamilah.
[14] HR. Muslim 2844
[15] Disarikan dari Tadzkiyah Al Abrar bi Al Jannati wa An Naar. Dr. Ahmad Farid. Maktabah Al Mishkat Al Islamiyah.
[16]“1000 Hikmah Ulama Salaf”. Shalih bin Abdul Aziz Al Muhaimid, diterjemahkan oleh Najib Junaidi, Lc. Pustaka Elba hal. 316-317

[Sumber : http://mudji.net/press/?p=259#more-259]

BERBUAT BAIK KE PADA ORANG TUA

Bentuk-Bentuk Berbuat Baik Kepada Kedua Orang Tua Adalah :

1. Bergaul dengan keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi  Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberikan kegembiraan  kepada seorang mu’min termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau  memberikan kegembiraan kepada kedua orang tua kita.
Dalam  nasihat perkawinan dikatakan agar suami senantiasa berbuat baik kepada  istri, maka kepada kedua orang tua harus lebih dari kepada istri. Karena  dia yang melahirkan, mengasuh, mendidik dan banyak jasa lainnya kepada  kita.
Dalam  suatu riwayat dikatakan bahwa ketika seseorang meminta izin untuk  berjihad (dalam hal ini fardhu kifayah kecuali waktu diserang musuh maka  fardhu ‘ain) dengan meninggalkan orang tuanya dalam keadaan menangis,  maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Kembali dan  buatlah keduanya tertawa seperti engkau telah membuat keduanya menangis” [Hadits Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i] Dalam riwayat lain dikatakan :  “Berbaktilah kepada kedua orang tuamu” [Hadits Riwayat Bukhari dan  Muslim]

2. Yaitu berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut.  Hendaknya dibedakan berbicara dengan kedua orang tua dan berbicara  dengan anak, teman atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan  yang mulia kepada kedua orang tua, tidak boleh mengucapkan ‘ah’ apalagi  mencemooh dan mencaci maki atau melaknat keduanya karena ini merupakan  dosa besar dan bentuk kedurhakaan kepada orang tua. Jika hal ini sampai  terjadi, wal iya ‘udzubillah.
Kita  tidak boleh berkata kasar kepada orang tua kita, meskipun keduanya  berbuat jahat kepada kita. Atau ada hak kita yang ditahan oleh orang tua  atau orang tua memukul kita atau keduanya belum memenuhi apa yang kita  minta (misalnya biaya sekolah) walaupun mereka memiliki, kita tetap  tidak boleh durhaka kepada keduanya.

3. Tawadlu (rendah diri). Tidak boleh kibir (sombong) apabila sudah meraih  sukses atau mempunyai jabatan di dunia, karena sewaktu lahir kita berada  dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan. Kedua orang tualah yang  menolong dengan memberi makan, minum, pakaian dan semuanya.
Seandainya  kita diperintahkan untuk melakukan pekerjaan yang kita anggap ringan  dan merendahkan kita yang mungkin tidak sesuai dengan kesuksesan atau  jabatan kita dan bukan sesuatu yang haram, wajib bagi kita untuk tetap  taat kepada keduanya. Lakukan dengan senang hati karena hal tersebut  tidak akan menurunkan derajat kita, karena yang menyuruh adalah orang  tua kita sendiri. Hal itu merupakan kesempatan bagi kita untuk berbuat  baik selagi keduanya masih hidup.

4. Yaitu memberikan infak (shadaqah) kepada kedua orang tua. Semua harta  kita adalah milik orang tua. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat  Al-Baqarah ayat 215.
“Artinya  : Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka infakkan. Jawablah,  “Harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapakmu, kaum  kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang  dalam perjalanan. Dan apa saja kebajikan yang kamu perbuat sesungguhnya  Allah maha mengetahui”
Jika  seseorang sudah berkecukupan dalam hal harta hendaklah ia  menafkahkannya yang pertama adalah kepada kedua orang tuanya. Kedua  orang tua memiliki hak tersebut sebagaimana firman Allah Subhanahu wa  Ta’ala dalam surat Al-Baqarah di atas. Kemudian kaum kerabat, anak yatim  dan orang-orang yang dalam perjalanan. Berbuat baik yang pertama adalah  kepada ibu kemudian bapak dan yang lain, sebagaimana sabda Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut.
“Artinya  : Hendaklah kamu berbuat baik kepada ibumu kemudian ibumu sekali lagi  ibumu kemudian bapakmu kemudian orang yang terdekat dan yang terdekat”  [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 3, Abu Dawud No. 5139  dan Tirmidzi 1897, Hakim 3/642 dan 4/150 dari Mu'awiyah bin Haidah,  Ahmad 5/3,5 dan berkata Tirmidzi, "Hadits Hasan"]
Sebagian  orang yang telah menikah tidak menafkahkan hartanya lagi kepada orang  tuanya karena takut kepada istrinya, hal ini tidak dibenarkan. Yang  mengatur harta adalah suami sebagaimana disebutkan bahwa laki-laki  adalah pemimpin bagi kaum wanita. Harus dijelaskan kepada istri bahwa  kewajiban yang utama bagi anak laki-laki adalah berbakti kepada ibunya  (kedua orang tuanya) setelah Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan kewajiban  yang utama bagi wanita yang telah bersuami setelah kepada Allah dan  Rasul-Nya adalah kepada suaminya. Ketaatan kepada suami akan membawanya  ke surga. Namun demikian suami hendaknya tetap memberi kesempatan atau  ijin agar istrinya dapat berinfaq dan berbuat baik lainnya kepada kedua  orang tuanya.

5. Mendo’akan orang tua. Sebagaimana dalam ayat “Robbirhamhuma kamaa  rabbayaani shagiiro” (Wahai Rabb-ku kasihanilah mereka keduanya,  sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku diwaktu kecil). Seandainya  orang tua belum mengikuti dakwah yang haq dan masih berbuat syirik serta  bid’ah, kita harus tetap berlaku lemah lembut kepada keduanya.  Dakwahkan kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut sambil  berdo’a di malam hari, ketika sedang shaum, di hari Jum’at dan di  tempat-tempat dikabulkannya do’a agar ditunjuki dan dikembalikan ke  jalan yang haq oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Apabila kedua orang tua telah meninggal maka :
Yang  pertama : Kita lakukan adalah meminta ampun kepada Allah Ta’ala dengan  taubat yang nasuh (benar) bila kita pernah berbuat durhaka kepada kedua  orang tua sewaktu mereka masih hidup.
Yang kedua : Adalah mendo’akan kedua orang tua kita.
Dalam  sebuah hadits dla’if (lemah) yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu  Hibban, seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi  wa sallam.
“Apakah  ada suatu kebaikan yang harus aku perbuat kepada kedua orang tuaku  sesudah wafat keduanya ?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,  “Ya, kamu shalat atas keduanya, kamu istighfar kepada keduanya, kamu  memenuhi janji keduanya, kamu silaturahmi kepada orang yang pernah dia  pernah silaturahmi kepadanya dan memuliakan teman-temannya” \[Hadits ini  dilemahkan oleh beberapa imam ahli hadits karena di dalam sanadnya ada  seorang rawi yang lemah dan Syaikh Albani Rahimahullah melemahkan hadits  ini dalam kitabnya Misykatul Mashabiih dan juga dalam Tahqiq Riyadush  Shalihin (Bahajtun Nazhirin Syarah Riyadush Shalihin Juz I hal.413  hadits No. 343)]
Sedangkan menurut hadits-hadits yang shahih tentang amal-amal yang diperbuat untuk kedua orang tua yang sudah wafat, adalah :
[1] Mendo’akannya
[2] Menshalatkan ketika orang tua meninggal
[3] Selalu memintakan ampun untuk keduanya.
[4] Membayarkan hutang-hutangnya
[5] Melaksanakan wasiat yang sesuai dengan syari’at.
[6] Menyambung tali silaturrahmi kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya
[Diringkas dari beberapa hadits yang shahih]
Sebagaimana hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma.
“Artinya  : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Sesungguhnya termasuk kebaikan seseorang adalah menyambung tali  silaturrahmi kepada teman-teman bapaknya sesudah bapaknya meninggal”  [Hadits Riwayat Muslim No. 12, 13, 2552]
Dalam  riwayat yang lain, Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma menemui  seorang badui di perjalanan menuju Mekah, mereka orang-orang yang  sederhana. Kemudian Abdullah bin Umar mengucapkan salam kepada orang  tersebut dan menaikkannya ke atas keledai, kemudian sorbannya diberikan  kepada orang badui tersebut, kemudian Abdullah bin Umar berkata, “Semoga  Allah membereskan urusanmu”. Kemudian Abdullah bin Umar Radhiyallahu  ‘anhumua berkata, “Sesungguhnya bapaknya orang ini adalah sahabat karib  dengan Umar sedangkan aku mendengar sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi  wa sallam :
“Artinya  : Sesungguhnya termasuk kebaikan seseorang adalah menyambung tali  silaturrahmi kepada teman-teman ayahnya” \[Hadits Riwayat Muslim 2552  (13)]
[Disalin  dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang  Tua oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam -  Jakarta]

[sumber : http://mudji.net/press/?p=261#more-261]

Friday, February 8, 2013

DAFTAR UKURAN KERTAS FOTO



Berikut ini daftar ukuran kertas untuk cetak foto normal, seperti table di bawah ini :

Ukuran
Dalam CM
Dalam Inchi
2R
6.35 x 8.89
2.5 x 3.5
3R
8.89 x 12.7
3.5 x 5
4R
10.6 x 15.24
4 x 6
5R
12.70 x 17.78
5 x 7
6R
15.24 x 20.32
6 x 8
8R
20.32 x 25 40
8 x 10
10R
25.4 x 30.5
10 x 12
10R Plus
25.4 x 38.1
9.9 x 14.85
12R
30.48 x 39.37
12 x 15.5
16R
40.64 x 50.80
16 x 20
20R
50.80 x 60.96
20 x 24
24R
60.96 x 80.01
24 x 31.5
30R
75 x 100
30 x 40

Jika kita menggunakan ponsel berkamera, maka ukuran normalnya kurang lebih seperti ini :
Ponsel 0.1 megapixel (352×228)
ukuran teoritis 3 x 2.4 cm ukuran yang mendekati pasfoto 2×3
ponsel 0.3 megapixel (640×480)
ukuran teoritis 5.4 x 4.1 cm ukuran yang mendekati pasfoto 4×6
Ponsel 1.0 megapixel (1.152×864)
ukuran teoritis 9.7 x 7.3 cm ukuran yang mendekati 2 R (6 cmx 9 cm)
Ponsel 1.2 megapixel (1.280×960)
ukuran teoritis 10.8 cm x8.1 cm ukuran yang mendekati 2 R (6 cm x 9 cm)
Ponsel 1.3 megapixel (1.280×1.024)
ukuran teoritis 10.8 x 8.7 cm ukuran yang mendekati 2 R (6 cm x 9 cm)